Jumat, 28 Februari 2014

Candi Gedong Songo ; Menapaki Jejak Mataram Kuno di Lereng Gunung Ungaran




Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. 

Untuk menempuhnya, diperlukan perjalanan sekitar 40 menit dari Kota Ambarawa dengan jalanan yang naik, dan kemiringannya sangat tajam (rata-rata mencapai 40 derajat). Butuh kemahiran mengemudi dan kondisi kendaraan yang prima. Perjuangan dan rasa deg-degan untuk mencapai kawasan Candi Gedong Songo sebanding dengan pemandangan indah dan eksotisme alam dan candi disini.

Lokasi candi juga dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dari obyek wisata Bandungan
Berikut daftar jarak tempuh menuju candi ini.
  • Gedong Songo - Ungaran : 25 km
  • Gedong Songo - Ambarawa : 15 km
  • Gedong Songo - Semarang : 45 km

 
Gapura Masuk dan Tempat Parkir yang Luas di Candi Gedong Songo

Untuk menikmati keseluruhan bangunan candi ada dua cara yang bisa ditempuh,
 yang pertama adalah berjalan kaki sepanjang 4 km menyusuri jalan berbatu mulai dari Candi Gedong I hingga Candi Gedong V,
atau menunggang kuda dengan rute sebaliknya dari Candi Gedong V hingga Candi Gedong I
Mungkin tidak dijadikan satu jalurnya agar tidak menggganggu para pendaki, terbayang  jika harus bersinggungan dengan kuda  terus selama perjalanan pasti akan terganggu.

Kami pun memilih untuk menunggang kuda walaupun dengan hati gamang karena harus menunggang kuda di jalan terjal menyusuri lereng Gunung Ungaran untuk mencapai kawasan percandian yang jarak antara satu dengan lainnya lumayan jauh, Awalnya agak takut tetapi akhirnya ingin mengulang kembali  :D


Anda Bisa Menyewa Kuda Untuk Menjelajahi Candi Gedong Songo yang Terletak di Daerah Perbukitan 

Tarif Jasa Naik Kuda Candi Gedong Songo
-Wisata Desa Rp 25.000 (Wisman Rp 35.000)
- Ke Air Panas Rp 45.000 (Wisman Rp 60.000)
- Ke Candi II Rp 35.000 (Wisman Rp 40.000)
- Paket candi Songo Rp 50.000 (Wisman Rp 80.000)

Pada tahun 1740, Loten menemukan kompleks Candi Gedong Songo.
 Tahun 1804, Raffles mencatat kompleks tersebut dengan nama Gedong Pitoe
karena hanya ditemukan tujuh kelompok bangunan.
 Setelah ada penemuan dua kompleks baru, candi pun dinamai Candi Gedong Songo yang berarti sembilan kompleks bangunan.Van Braam membuat publikasi pada tahun 1925,
Friederich dan Hoopermans membuat tulisan tentang Gedong Songo pada tahun 1865.
 Tahun 1908 Van Stein Callenfels melakukan penelitian terhadapt kompleks candi dan Knebel melakukan inventarisasi pada tahun 1910-1911.
Namun saat ini yang bisa dilihat oleh wisatawan hanyalah lima kompleks, sebab empat kompleks lainnya tinggal puing-puing dan sudah diamankan oleh Dinas Purbakala. 

 Candi ini merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 
(tahun 927 masehi). 
Candi Gedong Songo memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. 
Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut 
sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C)

Perjalanan untuk mencapai areal percandian Gedong Songo memang membutuhkan tekad dan perjuangan .
Namun... rasa khawatir itu segera sirna berganti dengan rasa takjub menyaksikan indahnya pemandangan barisan pohon pinus berpadu kesejukan embun pagi diantara dedaunan pinus dan rumput liar, kelembutan cahaya matahari pagi dan kesegaran oksigen kualitas terbaik di Gunung Ungaran memberikan kekaguman,ketenangan dan kedamaian sekaligus sensasi luar biasa pada perjalanan kami kali ini.
Tampak dari kejauhan Bangunan-bangunan candi berdiri dengan megahnya di antara bukit-bukit.
Sebenarnya karena perjalanan saya menaiki kuda, rute saya dibalik dari Candi Gedong V menuju Candi Gedong I, namun pada penulisan di bawah tetap saya urutkan dari Candi I ke Candi V ya :)


Candi Gedong I



Untuk menuju ke Candi Gedong I, kita harus berjalan sejauh 200 meter melalui jalan setapak yang naik. 
Terletak diketinggian 1.208 mdpl. Bentuk atap candinya terdiri atas 3 tingkat. Masing-masing tingkat dihiasi oleh segitiga-segitiga dengan ukiran. Di dalam candi 1 ini terdapat Yoni namun tanpa Lingga.



Candi Gedong II


Candi Gedong II Terletak diketinggian 1.274 mdpl. Terdapat 2 candi yaitu candi induk (menghadap barat) dan dihadapannya terdapat sebuah candi Perwara (menghadap timur) yang telah runtuh. Atapnya tersusun atas 4 tingkat dengan stupa dan hiasan Antefix. Artefix adalah ukiran seorang dewa dalam posisi bersila berada di dalam segitiga berukiran pot dengan salur-salur daunnya.





Candi Gedong III



Terletak pada ketinggian 1.297 mpdl. Candi ini memiliki 3 buah bangunan terdiri dari satu candi induk dan dua candi pendamping dengan formasi membentuk huruf L. tepat di muka candi induk yang menghadap kearah barat, ada bangunan yang dulu dipergunakan sebagai tempat para pendeta beristirahat.


Disela-sela antara Candi Gedong III dengan Gedong IV terdapat sebuah kepunden gunung sebagai sumber air panas dengan kandungan belerang cukup tinggi. Kita dapat mandi dan menghangatkan tubuh disebuah pemandian yang dibangun di dekat kepunden tersebut. Bau belerangnya cukup kuat dan kepulan asapnya lumayan tebal ketika mendekati sumber air panas tersebut.



Candi Gedong IV


Candi Gedong IV
Terletak pada ketinggian 1.295 mpdl. Candi ini mempunyai keunikan tersendiri . Ada 8 candi yang mengelilingi candi utama.Ini bisa dilihat dari puing-puing yang berformasi 2 candi di samping kanan-kiri, sebuah di belakang dan tiga buah di depan candi utama.



Candi Gedong V

Candi Gedong V yang terletak di puncak tertinggi dengan sebutan Puncak Nirwana.
Terletak pada ketinggian 1.308 mpdl., terdapat dua halaman yang tidak sama tingginya, di halaman pertama terdapat candi induk yang diapit dua buah reruntuhan Candi Perwara. Sedangkan pada halaman kedua terdapat dua buah reruntuhan Candi Perwara bentuk candi kelima ini mirip dengan candi keempat.


Dari Candi Gedong V Tampak Gunung Merbabu Berdiri dengan Anggunnya

Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang sangat indah. 
 Candi Gedong songo selain sebagai tempat wisata budaya, juga merupakan obyek wisata alam dengan hawa yang sejuk dan pemandangan alamnya yang indah dimana pengunjung bisa melihat indahnya jajaran gunung berapi mulai dari Gunung Telomoyo, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing hal ini bisa didapati jika cuaca cerah dan tidak ada mendung,
 juga hamparan membiru Rawa Pening bisa terlihat dari lokasi ini.
 Obyek Wisata ini dilengkapi pula dengan pemandian air panas, area perkemahan, wisata berkuda, Wahana panjat tebing alam dan saat ini dilengkapi dengan cottage (Vanna Prasta) di area Hutan Pinus diatas candi 1.

Selain candi, di tempat itu juga terdapat sumber air yang oleh komunitas Parisada Hindu Dharma 
dinamakan Tirta Wening. 
Sumber air ini disucikan oleh mereka, dan ritual-ritual agama Hindu akan dilaksanakan di tempat ini.


Pekan Budaya & Pariwisata Kab.Semarang yang Diadakan di Candi Gedong Songo


Vanaprastha Gedong Songo Park
  Di kompleks candi Hindu ini Perhutani membangun taman seluas 4-5 hektar, dinamakan Vanaprastha Gedong Songo Park. Dibangun pertengahan 2010, Vanaprastha dimaksudkan untuk menyediakan fasilitas tempat tinggal yang nyaman ketika wisatawan hendak merasakan atau mengambil manfaat bionergi terbaik didunia di sana.

Di taman itu didirikan juga tiga rumah heritage: rumah kayu jati berumur lebih dari satu abad. Pada zaman Belanda, bangunan itu digunakan sebagai rumah pejabat perusahaan kehutanan. Dari beberapa lokasi di hutan Jati, Perhutani kemudian memindahkan tiga unit ke kompleks Candi Gedong Songo Park untuk keperluan kepariwisataan.


Pemandangan alam yang sangat indah dibalut kesakralan Candi berpadu dengan jajaran  pegunungan Sindoro, Sumbing, Merbabu, dan Telomoyo yang nampak dari kejauhan
"Kompleks Candi Gedong Songo dengan segala keheningan,kesakralan dan keindahannya yang berbalut misteri sanggup  menghipnotis saya untuk betah berlama-lama disini, mulai dari mata yang dimanjakan dengan pemandangan indahnya, perasaan damai dan ketenangan yang menyeruak,sampai hidung dan paru-paru saya yang terasa sekali menghirup bioenergy yang sangat berkualitas disini,ah...rasanya berat untuk beranjak pulang :) Benar-benar sempurna Leluhur meninggalkan dan mewariskan jejak peradabannya di lereng gunung Ungaran ini."

Rabu, 26 Februari 2014

Patirthan Jolotundo ; Monumen Cinta Kasih di Lereng Penanggungan


Patirthan Jolotundo - Trawas Mojokerto
  Candi Jolotundo merupakan bangunan Patirtan yang secara geografis berada di ketinggian 800 Mdpl tepatnya di lereng barat Gunung Penanggungan.tepatnya  di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Mojokerto.
Akses Jalan menuju situs sejarah ini dapat ditempuh via Trawas dengan menyisiri lereng gunung Penanggungan dengan jalan yang berkelok-kelok dengan pemandangan yang indah khas pegunungan 
atau bisa juga ditempuh via Ngoro Industri Park dengan akses jalan raya dilanjut perkampungan penduduk dengan ancar-ancar mengikuti petunjuk arah PPLH Seloliman yang hanya berjarak sekitar 2 km dari Petirtan Jolotundo. 
 Jarak dari kota Surabaya +55km, dapat di capai dengan kendaraan pribadi roda 2 maupun roda 4
Akses Jalan dan Pemandangan Menuju Patirtan Jolotundo

 Dalam masyarakat Jawa Kuno dikenal adanya dua macam patirthan, yaitu 
(a) patirthān yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, untuk mandi, memasak, sumber air minum, mencuci dan sebagainya.
(b) patirthān yang bersifat sakral untuk keperluan upacara keagamaan, dan juga kerapkali airnya  digunakan untuk keperluan praktis sehari-hari. 
Dalam penelitian arkeologi Hindu-Buddha Indonesia, untuk membedakan antara petirthaan biasa dan petirthaan suci memang agak sukar, 
mungkin untuk keperluan sehari-hari masyarakat menggunakan air sungai, atau kolam yang lebar, 
akan tetapi jika ada mata air yang terbit dengan sendirinya di lereng gunung tertentu, maka dapat dianggap sebagai mata air sakral yang airnya dapat digunakan untuk keperluan upacara agama. 
Hal yang kedua pembeda itu adalah, biasanya mata air yang dipandang sakral akan dilengkapi dengan struktur arsitektur, dilengkapi arca-arca, dindingnya dihias relief dan sebagainya. 
Struktur tambahan itu dapat dibuat dari susunan balok batu, atau juga dari susunan bata.



Gunung Penanggungan atau nama Jawa Kunonya Pawitra terletak di selatan Mojokerto, Jawa Timur, merupakan gunung yang mempunyai keistimewaan dalam wujudnya. 
Gunung tersebut tidak terlalu tinggi (1659 m), namun memiliki keunikan tersendiri. 
Gunung Penanggungan dikelilingi oleh 4 bukit di sekitarnya 
(Bukit Bekel, Gajah Mungkur, Jambe, dan Kemuncup), 
di keempat arah mata angin, dengan demikian jika dipandang dari arah manapun akan terlihat adanya satu puncak tertinggi (puncak Pawitra) dan 2 puncak bukit lain di sisi kanan-kirinya.

Keadaan geografi seperti itu tentu sudah dikenal oleh masyarakat Jawa Kuno dalam masa Hindu-Buddha. Oleh karena itu gunung tersebut lalu dipandang sebagai gunung keramat, suci, 
dan merupakan jelmaan Mahāmeru. 
Sebagaimana diajarkan dalam kitab Brahmana dan juga dikenal dalam Buddhisme bahwa alam semesta ini berbentuk seperti piringan pipih melingkar, titik pusatnya adalah Gunung Mahāmeru. 
Gunung Mahāmeru dikelilingi oleh puncak-puncak gunung lainnya di arah mata angin,
baik mata angin primer ataupun sekunder.

 Kesakralan Pawitra kemudian dikokohkan lagi dalam uraian kitab Tantu Panggelaran yang digubah di awal abad ke-16, ketika pengaruh budaya Hindu-Buddha mulai surut dalam masyarakat Jawa. 
Dinyatakan dalam Tantu Panggelaran bahwa para dewa sepakat untuk menyetujui bahwa manusia dapat berkembang di Pulau Jawa, namun pulau itu selalu bergoncang-goncang karena diterpa ombak lautan, 
untuk mengajegkan Jawa para dewa lalu beramai-ramai memindahkan Gunung Mahāmeru dari Jambhudwipa ke Jawadwipa. 
Mereka mengangkat Mahāmeru dan membawanya terbang di udara. Dalam perjalanan melayang tersebut sebagian dari tubuh Mahāmeru ada yang rontok berjatuhan, maka menjelmalah menjadi gunung-gemunung di Pulau Jawa, sejak dari Jawa bagian barat, tengah dan timur. 
Tubuhnya yang berat dan besar dijatuhkan menjelma menjadi Gunung Semeru (Sumeru), 
sedangkan puncak Mahāmeru dihempaskan para dewa menjelma menjadi Pawitra, atau Gunung Penanggungan sekarang (Pigeaud 1924: 100).
 Oleh karena itulah Pawitra menjadi gunung yang sangat keramat dan angker dalam pemikiran masyarakat Jawa masa Hindu-Buddha, karena puncaknya Mahameru yang telah dipindah ke Jawa.

Di lereng sebelah barat gunung penanggungan/Pawitra ini terdapat sebuah peninggalan sejarah berupa Patirtan Jolotundo, adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan sebelum Majapahit. 
Keberadaan Patirtan Jolotundo sendiri sebenarnya hendak menyatakan bahwa air yang memancar dari petirthaan tersebut sebenarnya adalah amerta yang seakan-akan keluar dari tubuh Mahameru. 
Air amerta merupakan air yang diperlukan dalam kehidupan manusia dan juga para dewa, 
air itu dapat digunakan untuk berbagai kebaikan manusia.
Situs berupa candi dengan air yang mengalir dari berbagai sudut candi Berukuran panjang : 16,85 m, lebar: 13,52 m dan kedalaman: 5,20 m. 
Terbuat dari batu Andesit yang dipahat halus oleh tangan terampil, 
memiliki 52 pancuran air yang mengeluarkan airnya sepanjang musim.
Dibuat pada tahun 997 Masehi. Zaman Airlangga pada masa kejayaan Kerajaan Kahuripan.
Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa Timur
yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009.
Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006.

 Nama Airlangga berarti "Air yang melompat". Ia lahir tahun 990
Ayahnya bernama Prabu Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa.
 Ibunya bernama Mahendradatta, atau dikenal dengan nama Gunapriya Dharmapatni,
seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang
Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, 
mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya. 


Patirtan Jolotundo-Trawas Mojokerto


Dua data sejarah yang sangat penting yang berhubungan dengan kepurbakalaan ini adalah angka 997 M yang dipahatkan di sebelah kanan Angka tahun 899 saka 
di dinding sebelah kiri alias 977 masehi dan tulisan Gempeng di sebelah kiri dinding belakang. 

kata terbaca Gempeng di dinding atas sebelah kanan , menurut tafsiran para ahli yang mengatakan bahwa gempeng berarti lebur. Bila dilihat dari aspek arsitektur pembangunan petirtaan ini maka kata gempeng dapat diartikan sebagai melebur atau memotong. Hal ini disebabkan petirtaan ini dibangun dengan memotong lereng gunung sehingga bangunan ini seakan-akan melebur menjadi satu kesatuan dengan Gunung Penanggungan.

Angka tahun 899 saka di dinding sebelah kiri alias 977 masehi


Candi ini merupakan Monumen Cinta Kasih Raja Udayana untuk menyambut kelahiran anaknya, Prabu Airlangga, yang dibangun 997 M. 
Sumber lain menyebutkan bahwa candi ini adalah tempat pertapaan Airlangga setelah mengundurkan diri dari singgasana dan diganti anaknya,
 ada juga sumber yang menyatakan konon dahulu ketika Raja Airlangga masih muda,
 beliau pernah singgah ke daerah Jolotundo untuk menenangkan jiwanya, 
beliau mandi di sumber air tersebut dan merasa tentram jiwanya ketika selesai mandi.
 
Dahulu di bagian puncak batur utama terdapat deretan panil relief yang juga berfungsi sebagai jaladwara sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu. Sekarang panil-panil relief tersebut sudah tidak lengkap lagi, hanya sebagian kecil saja yang berada di posisi aslinya di Jalatunda, sebagian lagi disimpan di Museum Nasional Jakarta, dan sebagian lagi telah hilang. Cerita yang dipahatkan berupa sinopsis dari adegan-adegan dalam kisah Mahabharata, ada yang menggambarkan Bhima sedang mengamuk mungkin dalam kaitan kisah Sayembara Dewi Drupadi, ada pula adegan yang menggambarkan kisah Dewi Mrgayawati dengan Raja Udayana dan penggambaran Garuda dalam rangkaian kisah Kathasaritsagara.


Tingkat pertama yang teratas merupakan tempat mata air utama yang menggelontor ke luar dari lereng Gunung Penanggungan. Dahulu di lapik arca yang sekarang kosong, pernah bertahta arca sesuatu dewa yang sekarang telah hilang. Di belakang lapik tersebut masih terdapat sisa prabhamandala yang berbentuk lingkaran. Tahta tempat lapik arca tersebut berada di batur yang lebih tinggi dari permukaaan air kolam tingkat I, pada bagian puncak batur terdapat deretan panil relief seperti simbar besar melebar, di bagian tengahnya terdapat lubang untuk memancarkan air keluar. Di sudut-sudut batur terdapat jaladwara yang berbentuk mulut makara sebagai tempat memancurkan air pula.


Patirthān Jalatunda dipandang dari lereng atas ke arah kolam penampungan air (kolam utama)

 Di sisi utara batur dan terdapat bilik dari susunan balok batu, mempunyai celah pintu di sisi barat, 
jika seseorang memasukinya maka ia memasuki kolam kecil yang ditutup tembok batu bilik itu.
Sekarang bilik kolam itu tidak mempunyai atap lagi, namun diduga di masa lalu ketika masih berfungsi terdapat tiang-tiang penopang atap yang terbuat dari bahan yang cepat lapuk, 
oleh karena itu bagian atap bilik sudah tidak ada lagi sisanya.
Di sisi timur di bagian atas bilik, tentunya di masa silam pernah bertahta arca Garuda yang juga berfungsi sebagai jaladwara
sangat mungkin air dahulu memancar keluar dari paruh Garuda tersebut. Arca Garuda sekarang telah tiada, namun masih ada yang tersisa, yaitu pahatan yang berbentuk sayap burungnya saja.

Bilik mandi yang dipercaya dulunya digunakan oleh Sang Ratu berendam kini digunakan mandi oleh wanita.

 Begitupun yang terdapat di selatan batur terdapat kolam berbilik batu juga, keadaannya sama dengan yang berada di kolam utara, 
hanya saja yang membedakannya adalah arca yang terletak di bagian atas kolam. 
 Dahulu yang bersemayam di kolam selatan adalah arca Naga, arca tersebut sekarang masih ada, digambarkan Naga yang sedang menegakkan kepalanya dan menghadap ke arah kolam. 
Dahulu dari mulut Naga tentunya memancar air ke arah kolam, jadi berfungsi juga sebagai jaladwara
hanya saja kepala Naga tersebut, bagian mulutnya telah rusak terpotong.
Bilik mandi yang dipercaya dulunya digunakan oleh Sang Raja berendam kini digunakan mandi oleh pria


Disekitar pemandian, nampak bongkahan batu situs berbagai ukuran telah dikumpulkan secara rapi dalam satu tempat khusus. Mestinya bongkahan batu tersebut merupakan bagian bangunan dari situr petirtaan jolotundo, namun karena belum diketahui bagaimana bentuk sebenarnya, maka proses rekonstruksinya belum bisa dilakukan. Beberapa diantara bongkahan tersebut, nampak coba disusun membentuk suatu bagian bangunan.

Ikan koi dengan ukuran jumbo yangberenang dengan bebasnya di petirtan
Di sekitar petirtan, disediakan pendopo dan gazebo untuk menikmati suasana sejuk dan nyaman.
  Petirtan Jolotundo ini juga merupakan pos awal pendakian gunung Penanggungan, oleh karena itu banyak kita temui juga para pecinta alam yang ngecamp di kawasan ini, jarak antara Jolotundo dan puncak gunung Penanggungan sekitar 6,5 km yang bisa ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam perjalanan.  
Kawasan Jolotundo juga dapat dijadikan titik awal menuju puluhan candi lain yang tersebar di sepanjang jalur pendakian Gunung Penanggungan.
 Lebih kurang 1 km sebelum candi Jolotundo terdapat Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman.


Kesegaran Pagi Hari di Petirtan Jolotundo

Menikmati Kesegaran dan Kemurnian Air Berkualitas di Patirtan Jolotundo,
Keunikan petirtaan ini adalah debit airnya yang tidak pernah berkurang meskipun musim kemarau. Berdasarkan penelitian, kualitas airnya masuk kategori terbaik di dunia dan kandungan mineralnya sangat tinggi,juga mengandung tumbuhan rempah-rempah yang sangat baik untuk kesehatan dan kecantikan kulit.

Patirtan Jolotundo adalah salah-satu tempat terfavorit saya, entah sudah tak terhitung berapa kali saya berkunjung kesini untuk sekedar menikmati kesegaran alamnya sekaligus menikmati kesegaran airnya. Sekedar saran... agar puas menikmati eksotisme Petirtan Jolotundo ini berkunjunglah selain hari minggu atau hari libur, dikarenakan pada saat-saat hari libur pengunjung lumayan padat.

Saya dan keluarga apabila esoknya hari libur dan kebetulan bulan purnama malah camping disini :D , kawasan sekitar Petirtan area lapang di bagian depan dan bagian samping-sampingnya ada bagian yang berkontur/berbukit bisa dipilih untuk bercengkrama bersama keluarga/sahabat, saat malam kami menikmati indahnya bulan purnama diiringi gemericik air suci, terasa damai,tenang dan menyatu sekali dengan alam Penanggungan , 
jika merasa lapar atau butuh minuman panas warung pak Dalang yang terletak di dekat pintu masuk buka 24 Jam saat weekend dan waktu-waktu ramai pengunjung. 
Saat pagi sebelum matahari terbit kita bisa merasakan segarnya air di petirtan Jolotundo.

Petirtan Jolotundo juga menjadi pusat kegiatan masyarakat Hindu Mojokerto,Sidoarjo dan daerah lainnya menjelang perayaan Hari Nyepi setiap tahunnya diadakan Tradisi melasti ,sebuah perayaan umat hindu dengan mengadakan perjalanan arak-arakan dari suatu pura dikawasan Jolotundo menuju petirtaan Jolotundo. Tradisi melasti memberi arti sendiri bagi umat hindu yakni menyucikan jagat dan diri segala kegiatan keduniawian sebelum menjelang hari Nyepi.

Bagi masyarakat Jawa sudah menjadi tradisi berkunjung ketika  malam 1 suro atau malam jumat legi, untuk membersihkan diri fisik maupun batin untuk menggapai ketenangan,ketentraman dan pencerahan batin dalam menjalani kehidupan.
Patirtan Jolotundo merupakan warisan aset sejarah yang dimiliki oleh bangsa kita yang merupakan warisan peradaban lampau dari para Leluhur bangsa kita yang memiliki nilai sejarah,budaya dan spiritual yang tak ternilai, sudah menjadi kewajiban kita semua turut menjaga dan melestarikan  peninggalan purbakala ini :)

Minggu, 23 Februari 2014

Keraton Ratu Boko ; Sebuah Mahakarya Abad ke VIII yang Hilang


 


 Hai Kawan... mari kita berjalan-jalan mengunjungi sebuah Mahakarya Abad ke-8 yang hilang. Satu-satunya situs arkeologi yang memadukan arsitektur Hindu dan Budha.
Yaah... Keraton Ratu Boko adalah situs purbakala yang merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari komplek Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Luas keseluruhan komplek adalah sekitar 25 ha.

atau anda juga bisa mengambil  Paket Wisata yang disediakan oleh pengelola candi Prambanan - Ratu Boko yang bisa saya berikan untuk referensi:
 Dewasa Rp.45.000 dan Anak Rp.20.000
Fasilitas:
·         Tiket Masuk Candi Prambanan
·         Tiket Masuk Kraton Ratu Boko
·         Gratis Transport Shuttle Service ( Prambanan-Ratu Boko-Prambanan)
·         Gratis Air Mineral
(Diskon 10% Rombongan 20 Orang)

 

SEJARAH
Ratu Boko adalah sebuah situs arkeologi yang berbentuk istana kerajaan yang merupakan peninggalan kerajaan Mataram kuno. Berdasarkan sejarah kerajaan Mataram kuno pada abad ke-8, Ratu Boko telah digunakan oleh dinasti Syailendra ( Rakai panangkaran) jauh sebelum zaman raja Samaratungga ( pendiri Borobudur) dan Rakai Pikatan ( Pendiri Prambanan)

Kerajaan Mataram kuno tidak hanya meninggalkan kumpulan kitab dan prasasti kuno tetapi juga membangun banyak candi Hindu dan Budha. Penemuan artefak emas di daerah Wonoboyo menunjukan kehebatan karya seni dan kekayaan budaya. 
Candi-candi peninggalan kerajaan Mataram kuno seperti Kalasan, Plaosan, Prambanan, Sewu, Mendut, Pawon , Borobudur dan masih banyak lagi.

Keraton Ratu Boko
Berdasarkan sebuah kitab kuno yang dipakai oleh Rakai Pikatan pada tahun 746-784, bangunan-bangunan yang berada di sekitar candi Ratu Boko bernama Abhayagiri Vihara. 
Kata Abhaya bermakna ‘tidak berbahaya’ atau ‘ kedamaian’ sedangkan makna keseluruhan dari Abhayagiri adalah tempat ‘tempat berdiam para biarawan budha yang terletak diatas bukit yang tenang’

Pada tahun 856-863 Abhayagiri berubaha namanya menjadi Walaing Kraton yang di proklamirkan oleh Vasal Rakai bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. 
Di dalam kitab Mintyasih yang dibuat oleh Rakai Watukara Dyah Balituh pada tahun 898-908, 
disebutkan bahwa Walaing adalah keturunan dari Punta Karna yang membuat kitab Mintyasih. 
Tidak ada jejak sejarah apapun tentang Kraton Walaing sejak awal abad ke-10 hingga akhir abad ke-16

Kata Ratu Boko sendiri berasal dari cerita rakyat setempat. Ratu Boko yang didalam bahasa Jawa bermakna “raja Heron” merupakan ayah dari Roro Jonggrang, yang kemudian menjadi nama candi utama di dalam komplek candi Prambanan.

Keraton Ratu Boko
Kompleks Keraton Ratu Boko

Tembok Pemisah Yang Masih Kokoh Berdiri


SITUS ARKEOLOGI

Gerbang Utama: 
Terdiri dari 2 pintu di Paduraksa dengan sebuah atap berbentuk Ratna dan memiliki fungsi sebagai gerbang utama. 
Pintu yang pertama terbuat dari batuan andesit, namun lantai dan tembok tangganya terbuat dari batu kapur putih halus. 
Panjang pintu pertama adalah 12m, lebar 6,90 m, dan tinggi 5,05 m serta memiliki 3 pintu. 
Sedangkan pintu yang kedua memiliki panjang 18,60 m , lebar 9 m, tinggi 4,50 m serta memiliki 5 pintu.

Gerbang Utama Keraton Ratu Boko

Gerbang Utama Keraton Ratu Boko

Gerbang Utama Keraton Ratu Boko
Gerbang Utama Keraton Ratu Boko



Candi Pembakaran dan Sumur Suci: 
 Terbuat dari batuan andesit dan memiliki panjang 22,60 m , lebar 22,33 m dan tinggi 3,82m. 
Candi ini dinamakan Pembakaran karena ditemukan abu bekas pembakaran di situs candi Pembakaran.  Ukuran sumurnya 2,30m x 1,80m, kedalaman airnya pada musim kering 2m.

 Pada zaman dahulu orang-orang menggunakan air dari sumur suci untuk upacara keagamaan di candi Pembakaran dan air dari sumur tersebut dipercaya membawa keberuntungan bagi siapa saja yang menggunakannya. 
Para pemeluk agama Hindu menggunakan air dari sumur tersebut untuk perayaan Tawur Agung (sehari sebelum Nyepi) untuk menyucikan diri dan mengembalikan harmoni alam.

Candi Pembakaran : mempunyai sumur ditengah dan konon dijadikan sebagai tempat pembakaran mayat. Di tenggara candi ini terdapat sumur tua yang dipercayai sebagai air suci dan sering digunakan dalam ritual keagamaan.


Paseban: 
Terdiri dari 2 Batur. Paseban timur memiliki panjang 24,6m , lebar 13,3 m , serta tinggi 1,16 m 
sedangkan Paseban barat memiliki panjang 24,42 m , lebar 13,34 m dan tinggi 0,8 m. 
Kedua paseban tersebut didirikan saling berhadapan antara satu dengan lainnya, namun demikian belum diketahui secara pasti fungsi paseban tersebut. 
Nama Paseban berdasarkan pada sebuah analogi istana diwaktu yang sesungguhnya , paseban merupakan sebuah ruang tunggu bagi siapa saja yang hendak menemui raja.

PASEBAN


 Pendopo
Pagarnya memiliki panjang 40,80 m , lebar 33,90 m , dan tinggi 3,45 m. 
Bagian dasar dan atapnya terbuat dari batuan andesit namun bagian tubuhnya terbuat dari batuan halus kapus halus. 
Ada 2 batur di dalam pagar , Batur bagian utara memilik panjang 20,57 m , lebar 20,49 m, dan tinggi 1,43 m. 
Batur bagian selatan di Pringgitan, memiliki panjang 20,50 , lebar 7,04 m dan tinggi 1,51 m. 
Kedua batur tersebut terhubung pada sebuah lorong yang terbuat dari batuan andesit. 
Diatas atap batur terdapat 24 umpak dan masih ada 12 umpak di Pringgitan. 
Pendopo merupakan bangunan pusat yang memiliki tiang-tiang yang terbuat dari kayu. Karena tiang , tembok dan atap terbuat dari bahan yang mudah rusak rusak, seperti kayu dan sirap , tak satupun dari bangunan tersebut yang awet. Hanya tiang yang terbuat dari batu yang masih utuh sedangkan bagian bangunan yang terbuat dari kayu telah lenyap.
Pendopo Keraton Ratu Boko


Kolam: 
Kompleks kolam terbagi menjadi 2 bagian, bagian utara dan bagian selatan. 
Kedua bagian dipisahkan oleh sebuah dinding penyekat dan terhubung oleh sebuah pintu. 
Kompleks dinding penyekat dan terhubung oleh sebuah pintu. 
Kompleks bagian utara berbentuk persegi. Terdiri dari 7 kolam ( 5 kolam besar dan 2 kolam kecil) , sedangkan kompleks bagian selatan terdiri dari 28 kolam (14 kolam besar berbentuk bulat , 13 kolam kecil berbentuk bilat dan 1 kolam berbentuk kotak)

 

 

 

 

 



Goa: 
Di situs candi Ratu Boko terdapat 2 buah goa; Goa lanang dan Goa wadon. 
Dinamakan goa wadon karena terdapat sebuah relief yang sedemikian rupa mewakili alat vital wanita (simbol Yoni) di atas pintu masuknya. Simbol Yoni biasanya dilengkapi juga dengan Lingga (alat kelamin pria) yang dianggap perwakilan Siwa dalam ajaran agama Hindu. 
Kesatuan antara Yoni dan Lingga dianggap membawa kesuburan dan kesejahteraan. 
Goa ini diperkirakan sebagai tempat untuk bermeditasi pada zaman dahulu.


Keputren: 
Asal nama ini tempat ini dihubungkan dengan legenda setempat ‘keputren’ (daerah wanita)
 Terdiri dari 2 batur yang terbuat dari batu andesit yang menghadap ke barat. 
Batur bagian selatan memiliki panjang 21,43 m, lebar 22,7 m dan tinggi 1,75 m. 
Batur bagian utara memiliki panjang 16,4 m dan lebar 14,90 m serta terbuat dari batuan andesit.




 

Ratu Boko terletak didataran tinggi yang terletak sekitar 3 km di selatan Prambanan. Bukitnya memiliki ketinggian 195,97 meter diatas permukaan laut dengan luas 160,898 m2. 
Dari situs candi Ratu Boko anda dapat melihat keindahan Prambanan dari puncak bukit dengan gunung Merapi sebagai latar belakangnya. 
Pemandangan kota Yogya juga terlihat di bagian barat. 
Di bagian selatan terdapat pemandangan bukit Seribu. 
Kita juga dapat menikmati sunset yang luar biasa di kawasan Ratu Boko pada waktu senja