Senin, 24 Maret 2014

Candi Kidal ; Wujud Bhakti dan Kasih Sayang Seorang Putra Kepada Ibundanya

Candi Kidal-Malang

 Candi Kidal merupakan candi yang bercorak Hindu. Candi ini terletak sekitar 20 km sebelah timur Kota Malang, yaitu tepatnya di Desa Rejokidal,kecamatan Tumpang,Kabupaten Malang.

Berdasarkan penggalan pupuh dalam kitab Negarakertagama, diceritakan hal yang berkaitan dengan Raja Singhasari ke-2 (Anusapati), beserta tempat pendharmaannya di Candi Kidal.
Berikut petikannya: 
Bathara Anusapati menjadi raja
Selama pemerintahannya tanah Jawa kokoh sentosa
Tahun caka Persian Gunung Sambu (1170 C - 1248 M) beliau berpulang ke Siwabudaloka
Cahaya beliau diujudkan arca Siwa gemilang di candi Kidal
(Nagarakretagama : pupuh 41 / bait 1, Slamet Mulyono)

Candi yang dibangun pada 1248 M ini digunakan sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar raja ke-2 Singasari, yakni Anusapati, yang dibunuh oleh Tohjaya, sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singasari, yang juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.

Berbeda dengan candi-candi Jawa Tengah, candi Jawa Timuran berfungsi sebagai tempat pen-dharma-an (kuburan) raja, sedangkan candi-candi Jawa Tengah dibangun untuk memuliakan agama yang dianut raja beserta masyarakatnya. Seperti dijelaskan dalam kitab Negarakretagama bahwa raja Wisnuwardhana didharmakan di candi Jago, Kertanegara di candi Jawi dan candi Singosari, Hayam Wuruk di candi Ngetos, dsb.

Dalam filosofi Jawa asli, candi juga berfungsi sebagai tempat ruwatan raja yang telah meninggal supaya kembali suci dan dapat menitis kembali menjadi dewa. Ide ini berkaitan erat dengan konsep Dewaraja yang berkembang kuat di Jawa saat itu. Dan untuk menguatkan prinsip ruwatan tersebut sering dipahatkan relief-relief cerita moral dan legenda pada kaki candi, seperti pada candi Jago, candi Surowono, candi Tegowangi, candi Jawi, dan lain lain.
Berkaitan dengan prinsip tersebut, dan sesuai dengan kitab Negarakretagama, maka candi Kidal merupakan tempat diruwatnya raja Anusapati dan dimuliakan sebagai Siwa
Di candi ini, Anusapati diarcakan sebagai Siwa, dan ditempatkan di ruang utama candi. Namun, sekarang arca tersebut tidak berada pada tempatnya lagi.



Arsitektur Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan mempunyai 1 candi induk. Kaki candi memiliki tinggi 2 m dan terdapat selasar serta bilik tubuh candi, untuk menuju selasar dan bilik tubuh candi terdapat tangga. Anak tangga dibuat tipis-tipis, sehingga dari kejauhan tampak seperti bukan tangga masuk yang sesungguhnya. Tangga batu ini tidak dilengkapi pipi tanggal.

Selain itu, pada kaki candi, terdapat relief garudheya, yakni seekor garuda yang berhasil membebaskan ibunya dari perbudakan dengan tebusan air suci amerta (air kehidupan).
Konon, relief garudheya dibuat untuk memenuhi amanat Anusapati yang ingin meruwat Ken Dedes, ibunda yang sangat dicintainya, namun selalu menderita selama hidupnya dan belum sepenuhnya menjadi wanita utama. Dia ingin ibunya menjadi suci kembali sebagai wanita sempurna lepas dari penderitaan dan nestapa.

Untuk membaca relief harus menggunakan tekhnik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), yang dimulai dari sisi selatan.
Nama "kidal" adalah kiri, sesuai dengan cara membaca reliefnya yang tidak searah jarum jam.



Di atas ambang pintu tubuh candi, terdapat hiasan Kalamakara yang mempunyai 2 taring (ini merupakan salah satu ciri candi di Jawa Timur) Ukuran tubuh candi lebih kecil dibandingkan luas kaki dan atap candi, sehingga menekankan kesan ramping.
Dahulu pada bilik terdapat arca Siwa, tapi konon arca tersebut saat ini tersimpan di Museum Leiden,Belanda. Sedangkan dinding tubuh candi, dihiasi dengan pahatan bermotif medallion.

Di bagian atap Candi Kidal berbentuk kotak bersusun tiga, makin ke atas semakin mengecil. Puncaknya berbentuk persegi dengan permukaan yang cukup luas, dan puncak atap hanya datar. Konon, awalnya setiap sudut lapisan atap candi, dipasang sebuah berlian kecil.
Sekeliling tepi masing-masing lapisan dihiasi dengan ukiran bunga dan sulur-suluran.



Candi Kidal adalah salah satu warisan Dinasti kerajaan Singhasari yang terhitung masih lengkap dan utuh, Candi ini sangat menarik, baik dari segi bangunan maupun reliefnya, kondisi di sekitar candi pun sangat terawat meliputi areal pertamanannya sangat menyejukkan dipandang mata.
Namun kesakralan Candi ,keindahan dan kesejukan taman penunjangnya rupanya terganggu dengan polusi udara yang ditimbulkan oleh bau tidak sedap dari kotoran dan sangat menusuk dari usaha peternakan ayam milik warga di sekeliling candi.
Sayang sekali dan meyedihkan rasanya, karena pengunjung harus menahan napas untuk berkunjung menikmati dan mengagumi warisan agung Leluhur di tengah gempuran polusi :((
sewaktu saya berkunjung di candi Kidal, bersamaan dengan beberapa wisatawan Belanda, entah apakah mereka merasakan "tekanan" di hidung mereka atau tidak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar