Jumat, 28 Maret 2014

Sapta Tirta ; Jejak Peninggalan Dinasti Mangkunegaran

Sapta Tirta Pablengan

 Objek wisata Sapta Tirta di Desa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai salah satu keajaiban alam di bumi Indonesia.
 Sapta Tirta, sapta artinya tujuh, tirta artinya air. Sapta Tirta maksudnya, tujuh mata air.
Uniknya, tujuh mata air tersebut berkumpul di satu areal sekitar 2 hektar.
Jarak satu mata air yang satu dengan mata air yang lain, paling dekat kurang lebih 5 meter, paling jauh kira-kira 15 meter. Ke-7 mata air tersebut mengeluarkan air yang kandungan mineralnya satu sama lain berbeda.

Objek wisata alam ini terletak di jalan raya yang menghubungkan Karangpandan dan Astana Mangadeg Girilayu. Jarak Sapta Tirta dengan Kota Karanganyar, ibukota Kabupaten Karanganyar, sekitar 20 km. Atau berjarak sekitar 3km dari Astana Giribangun dan Astana mangadeg. Objek wisata ini terletak di kaki Gunung Lawu berhawa sejuk, dengan latar belakang hutan pinus Argotiloso.

“Sapta Tirta ini mempunyai kaitan erat dengan sejarah perjuangan Pangeran Raden Mas Said melawan VOC, tahun 1741 sampai 1757″, kata Sugeng, 32 tahun, salah seorang pengelola Sapta Tirta.
Dulu lokasi ini bekas benteng pertahanan Pangeran Raden Mas Said, yang karena saktinya, beliau mendapat julukan Pangeran Sambernyawa. VOC memang berhasil menduduki benteng itu. Lalu benteng diobrak-abrik rata dengan tanah. Tetapi Sapta Tirta tidak terusik sampai sekarang. 

 Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkoenegoro Senopati Ing Ayudo Lelono Joyo Misesa yang hidup sekitar tahun 1725-1795, terkenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyawa. Perjuangannya mempersatukan Bumi Mataram dan mengusir Belanda dengan taktik perang gerilya mengusung semboyan Tiji Tibeh (Mati Siji Mati Kabeh atau mati satu, mati semua).

Konon, Pangeran Samber Nyawa mendapat petunjuk dari Yang Maha Kuasa untuk mandi menggunakan air dari Sapta Tirta Pablengan. Semua proses tersebut memiliki makna tertentu kenapa harus mandi dari tujuh mata air tersebut. Ketujuh sumber air tersebut adalah:

 Untuk mandi yang pertama, Pangeran Samber Nyawa menggunakan sumber air bleng yang bertujuan ngeblengke (menyatukan) tekad, pikiran, hati, dan keinginan untuk mengusir Belanda dari wilayah Mataram.

Sumber Air Bleng. Airnya rasa asin. Biasanya orang mengambil air di sumber ini untuk membuat karak, atau semacam krupuk yang bahan bakunya dari beras atau nasi. Kalau mau ambil air bleng, tidak perlu bayar. Sumber air bleng ini tidak pernah kering, sejak jaman dulu sampai sekarang.

 Proses mandi yang kedua menggunakan air urus-urus, yang bermakna agar segala tujuannya terurus dengan baik.

Sumber Air Urus-urus. Air dari sumber ini dapat dijadikan urus-urus atau cuci perut, atau memperlancar buang air besar.

 Yang ketiga, mandi menggunakan sumber air londo (soda) agar memperoleh kesegaran jasmani dan rohani dengan cara meminumnya. 

Sumber Air Soda. Jika air dari sumber ini diminum, terasa rasa soda. Konon air soda Sapta Tirta bisa untuk obat berbagai penyakit dalam, misalnya sakit ginjal, lever, gula, juga TBC.


Selanjutnya, Pangeran Samber Nyawa mandi di sumber air hidup dan sumber air mati. Tujuannya agar segala cita-cita perjuangan, hidup dan matinya dipasrahkan kepada Tuhan YME. Sumber air hidup sampai saat ini terus bergerak seperti air yang sedang direbus.

Sumber Air Hidup. Air hidup boleh untuk mencuci muka. Bagi yang percaya, air hidup bisa membuat wajah tampak awet muda. Ada pula yang mengambil air ini untuk bagian dari upacara pernikahan. Sedangkan Sumber Air Mati. Air yang keluar dari sumber ini dilarang keras untuk dibuat cuci muka, cuci tangan, apalagi untuk minum. Air di sumber ini mengandung mineral yang berbahaya jika diminum (CO2?). Sumber Air Mati tidak pernah bertambah atau berkurang, dari jaman dulu sampai saat ini.


 Tak hanya untuk dirinya, kala itu Pangeran Samber Nyawa juga menggembleng prajuritnya di Sapto Tirto. Bahkan, Sapto Tirto disebut sebagai Candradimukanya bagi para prajurit Samber Nyawa. Di sini para prajurit dimandikan dengan sumber air kasekten (kesaktian) dengan tujuan agar prajuritnya memiliki kekuatan, keberanian, kewibawaan, dan jiwa patriotisme agar dapat mengusir penjajah Belanda dari bumi Mataram.

Sumber Air Kasekten. Kata kasekten dari kata sakti. Air dari sumber ini biasanya untuk kekuatan, kesehatan, atau untuk mensucikan jiwa raga.

 
Akhirnya, sebagai penutup, Pangeran Samber Nyawa mandi menggunakan air kamulyan atau air hangat agar semua cita-citanya mengusir Belanda mendapat kemuliaan dan ketentraman bagi rakyat Mataram. Pangeran Samber Nyawa memiliki taktik perang yang sangat mumpuni sehingga membuat kewalahan pihak Belanda.

Sumber Air Hangat. Airnya memang hangat. Biasanya untuk mensucikan badan sekaligus untuk mengobati berbagai penyakit kulit, misalnya gatal-gatal. Juga bisa untuk mengobati rematik.

 Salah satu peninggalan Pangeran Sambernyawa adalah tempat semedi. Tempat tersebut berpagar besi, luasnya sekira 2 meter persegi. Tempat keramat tersebut tertulis kaligrafi huruf Jawa: ega. “Kepanjangan huruf ega adalah Eyang Gusti Aji alias Pangeran Sambernyawa, yang nama kecilnya Raden Mas Sahid. 



Sebenarnya ada 8 sumber, yaitu sumber air tawar. Tetapi letaknya di bukit, di atas, tak jauh dari kompleks Sapta Tirta. Di kompleks ini disediakan mushola. Bangunan kuno yang lain, selain tempat semedi, adalah Pemandian Keputren. 
Dulu memang tempat mandi para puteri. Tempat ini juga keramat. Orang tidak boleh berlaku sembarangan. Kalau mau masuk atau mandi, harus seijin pengelola. Orang yang hendak berziarah ke makam raja-raja di Astana Mangadeg, Giribangun, biasanya mandi dulu di Pemandian Keputren dan mohon ijin Pangeran Sambernyawa di petak semedi.

Sapta Tirta, salah satu wisata alam yang “ajaib”. Saat ini, Sapta Tirta terus dibangun dan dikembangkan,
Menurut Sugeng, jumlah pengunjung mencapai puncaknya pada saat 1 Suro (1 Muharam) malam. 
Pada saat itu jumlah pengunjung bisa mencapai ratusan. Mereka banyak yang bermalam di kompleks ini sampai dini hari. Oleh sebab itu, sekarang telah disediakan panggung terbuka untuk menyajikan hiburan. Jenisnya pagelaran wayang kulit semalam suntuk, atau sendra tari, atau hiburan lain yang bersifat seni klasik.

Sapta Tirta buka mulai pukul 8 pagi sampai sore hari. Tetapi bagi mereka yang datang setiap waktu, misalnya malam hari, pengelola selalu siap melayani. Perlu diketahui, kompleks ini sering dijadikan “menyepi dan semedi” di kala malam hari. Pengunjung tidak hanya dari Pulau Jawa, tetapi juga ada yang datang dari luar Jawa. Bahkan, ada yang datang dari manca negara, tetapi umumnya, mereka dari suku Jawa. 
Atau masih keturunan, atau “trah” KGPAA Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar