Jumat, 31 Januari 2014

Eyang Ki Boncolono, Sang Maling Genthiri dari Kadiri


Gapura Barat Bukit Maskumambang Kediri


Makam Ki Ageng Boncolono Beserta Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung Poncolono


Dahulu kala, dijaman penjajahan Belanda. Masyarakat Kediri hidup dalam kemiskinan dan ketertindasan. Perkonomian dikuasai oleh Belanda dan diperlakukan pajak yang tidak masuk akal. Hasil buminya selalu dirampas jika tidak mau bayar pajak . Untuk makan saja mereka harus membeli kepada Belanda. Padahal itu hasil jerih payah mereka sendiri. Hal ini menggugah hati Ki Boncolono. Dia marah melihat kelakuan para meneer, ketidak adilan telah mengusik hati Ki Boncolono. Dengan kesaktiannya dibantu oleh Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung Poncolono beserta murid-muridnya yang tentu saja sakti-sakti, dia merampok harta para pejabat Belanda. Hasilnya dia bagikan kepada rakyat jelata, Sungguh mulia...... Kontan namanya menjadi harum di kalangan masyarakat....dia ditakuti tapi juga dikagumi dan senantiasa ditunggu tunggu kedatangannya.


Belanda merasa geram dan marah. Segala upaya mereka kerahkan untuk meringkus Boncolono. Tetapi usahanya selalu gagal. Setiap terkepung, Boncolono hanya merapatkan diri pada salah satu tiang atau tembok atau pohon dan hilanglah dia. Biarpun ditembak dibunuh diapain juga Ki Boncolono tidak bisa mati, dia bisa hidup lagi ketika tubuhnya menyentuh tanah. Belanda Jengkel dan menggunakan kekuatan "uangnya" untuk meringkus Boncolono. Belanda mengadakan sayembara dengan hadiah yang sangat besar untuk menangkap atau membunuh Ki Boncolono.Beberapa orang yang tahu kelemahan ilmu Boncolono mendatangai Belanda. Mereka memberi tahu pada para meneer itu kalau Boncolono harus dipenggal, kepala dan tubuhnya harus terpisah dan dikuburkan pada tempat yang terpisahkan oleh sungai.

Akhirnya setelah membuat rencana dengan bantuan pendekar pribumi, Belanda melaksanakannya dengan cermat. Dan seperti kisah heroik lainnya, Boncolono tertangkap. dengan bantuan, pendekar Pribumi..... dan....Boncolono tewas.





Makam Ki Boncolono
Sebelum dia hidup lagi, tubuhnya dipotong jadi dua. Bagian bawahnya di kubur di bukit Maskumambang. Sedangkan bagian atasnya (kepalanya) di kubur di "Ringin Sirah", desa Banjaran,belakang Kediri Mall. Kalau bukit Maskumambang terletak di barat sungai Brantas, maka Ringin Sirah terletak di timur sungai Brantas. Di puncak bukit Maskumambang selain makamnya Ki Boncolono terdapat juga dua buah makam lagi yaitu makamnya Tumenggung Mojoroto dan makamnya Tumenggung Poncolono, tetapi anehnya ketiga makam tersebut ukurannya sangat panjang mungkin lebih dari dua meter




Tampak Gunung Selomangleng berhadapan dengan Bukit Maskumambang

Tangga Turun dari Bukit Maskumambang

Wringin Lawang Kemegahan Gerbang kerajaan Majapahit




Gapura Wringin Lawang adalah sebuah gapura peninggalan kerajaan Majapahit abad ke-14 yang berada di Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. tepatnya 11 km dari Mojokerto ke arah Jombang.
Bangunan ini terletak tak jauh ke selatan dari jalan utama di Jatipasar.
Dalam bahasa Jawa, Wringin Lawang berarti 'Pintu Beringin' karena sewaktu ditemukan diapit oleh pohon beringin besar begitu cerita yang dituturkan oleh Bapak penjaga candi ketika kami berkesempatan berkunjung kesana.

Gapura agung ini terbuat dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan dibangun pada abad ke-14.
Gerbang ini lazim disebut bergaya candi bentar atau tipe gerbang terbelah, biasanya berfungsi sebagai gerbang terluar dari suatu kompleks bangunan. Menilik bentuknya, Gapura Wringinlawang diduga merupakan gapura menuju salah satu kompleks bangunan yang berada di kota Majapahit.

Gaya arsitektur seperti ini diduga muncul pada era Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur Bali. Kebanyakan sejarawan sepakat bahwa gapura ini adalah pintu masuk menuju kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit.
Gapura Wringinlawang telah mengalami pemugaran yang dilaksanakan sejak tahun 1991 sampai dengan tahun 1995. Keseluruhan bangunan yang menghadap timur-barat ini terbuat dari bata merah.
Fondasi gapura berbentuk segi empat dengan ukuran 13 x 11,50 m. Sebelum dipugar belahan selatan gapura masih utuh, berdiri tegak dengan ketinggian 15,50 m., sementara belahan utara hanya tersisa 9 meter.

Dugaan mengenai fungsi asli bangunan ini mengundang banyak spekulasi, salah satu yang paling populer adalah gerbang ini diduga menjadi pintu masuk ke kediaman Mahapatih Gajah Mada?




Candi Brahu ; Mengunjungi Peninggalan Kerajaan Majapahit








Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Tepatnya, candi ini berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, atau sekitar dua kilometer ke arah utara dari jalan raya MojokertoJombang.

Asal Nama

Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu

Bangunan

Candi Brahu dibangun dengan batu bata merah, menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan berketinggian 20 meter.
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Budha. Diperkirakan, candi ini didirikan pada abad ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan bahwa candi ini berusia jauh lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan.

Fungsi sebagai krematorium

Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok bertanggal 9 September 939 (861 Saka), Candi Brahu disebut merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja. Akan tetapi, dalam penelitian tak ada satu pakar pun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Hal ini diverifikasi setelah dilakukan pemugaran candi pada tahun 1990 hingga 1995.

 

Sekitar Candi

Diduga di sekitar candi ini banyak terdapat candi-candi kecil. Sisa-sisanya yang sebagian sudah runtuh masih ada, seperti Candi Muteran, Candi Gedung, Candi Tengah, dan Candi Gentong. Saat penggalian dilakukan di sekitar candi banyak ditemukan benda benda kuna, semacam alat-alat upacara keagamaan dari logam, perhiasan dari emas, arca, dan lain-lainnya.