Candi Jawi-Pasuruan |
Setelah turun dari gunung Penanggungan dan beristirahat di penginapan Petirtan Jolotundo, keesokan paginya kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju menelusuri daerah tretes-pandaan menuju ke Candi Jawi.
Candi Jawi terletak di kaki G. Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates,
Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, sekitar 31 km dari kota Pasuruan.
Bangunan candi dapat dikatakan masih utuh karena telah berkali-kali
mengalami pemugaran. Candi Jawi dipugar untuk kedua kalinya tahun
1938-1941 dari kondisinya yang sudah runtuh. Akan tetapi, pemugaran
tidak dapat dituntaskan karena banyak batu yang hilang dan baru
disempurnakan pada tahun 1975-1980.
Dalam
Negarakertagama pupuh 56 disebutkan bahwa Candi Jawi didirikan atas
perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara, untuk tempat
beribadah bagi umat beragama Syiwa-Buddha. Raja Kartanegara adalah
seorang penganut ajaran Syiwa Buddha. Selain sebagai tempat ibadah,
Candi Jawi juga merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Kertanegara.
Hal ini memang agak mengherankan, karena letak Candi Jawi cukup jauh
dari pusat Kerajaan Singasari. Diduga hal itu disebabkan karena rakyat
di daerah ini sangat setia kepada raja dan banyak yang menganut ajaran
Syiwa-Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa saat Raden
Wijaya, menantu Raja Kertanegara, melarikan diri setelah Kertanegara
dijatuhkan oleh Raja Jayakatwang dari Gelang-gelang (daerah Kediri), ia
sempat bersembunyi di daerah ini, sebelum akhirnya mengungsi ke Madura.
Candi
Jawi menempati lahan yang cukup luas, sekitar 40 x 60 m2, yang
dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 m. Bangunan candi dikelilingi
oleh parit yang saat ini dihiasi oleh bunga teratai. Ketinggian candi
ini sekitar 24,5 meter dengan panjang 14,2 m dan lebar 9,5 m.
Kolam ikan yang ditumbuhi teratai mengelilingi candi, tampak di belakang candi gunung Penanggungan tertutup awan tipis |
View dari candi bagian atas |
Bentuknya
tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah dengan atap yang
bentuknya merupakan paduan antara stupa dan kubus bersusun yang
meruncing pada puncaknya. Posisi Candi Jawi yang menghadap ke timur,
membelakangi Gunung Penanggungan, menguatkan dugaan sebagian ahli bahwa
candi ini bukan tempat pemujaan, karena candi untuk peribadatan umumnya
menghadap ke arah gunung, tempat bersemayam kepada Dewa. Sebagian ahli
lain tetap meyakini bahwa Candi Jawi berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Posisi pintu yang tidak menghadap ke gunung dianggap sebagai akibat
pengaruh ajaran Buddha.
Salah satu keunikan Candi Jawi adalah batu
yang dipakai sebagai bahan bangunannya terdiri dari dua jenis. Dari
Kaki sampai selasar candi dibangun menggunakan batu berwarna gelap,
tubuh candi menggunakan batu putih, sedangkan atap candi menggunakan
campuran batu berwarna gelap dan putih. Diduga candi ini dibangun dalam
dua masa pembangunan. Kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pada tahun
1253 Saka (candrasengkala: Api Memanah Hari) Candi Jawi disambar petir.
Dalam kejadian itu arca Maha Aksobaya menghilang. Hilangnya arca
tersebut sempat membuat sedih Raja Hayam Wuruk ketika baginda
mengunjungi Candi Jawi. Setahun setelah disambar petir, Candi Jawi
dibangun kembali. Pada masa inilah diperkirakan mulai digunakannya batu
putih. Penggunaan batu putih tersebut juga mengundang pertanyaan, karena
yang terdapat di kawasan G. Welirang kebanyakan adalah batu berwarna
gelap. Kemungkinan batu-batu tersebut didatangkan dari pesisir utara
Jawa atau Madura.
Kaki
candi berdiri di atas batur (kaki candi) setinggi sekitar 2 m dengan
pahatan relief yang memuat kisah tentang seorang pertapa wanita. Tangga
naik yang tidak terlalu lebar terdapat tepat di hadapan pintu masuk ke
garba grha (ruang dalam tubuh candi). Pahatan yang rumit memenuhi pipi
kiri dan kanan tangga menuju selasar. Sedangkan pipi tangga dari selasar
menuju ke lantai candi dihiasi sepasang arca binatang bertelinga
panjang.Di sekeliling tubuh candi terdapat selasar yang cukup
lebar. Bingkai pintunya polos tanpa pahatan, namun di atas ambang pintu
terdapat pahatan kalamakara, lengkap dengan sepasang taring, rahang
bawah, serta hiasan di rambutnya, memenuhi ruang antara puncak pintu dan
dasar atap. Di kiri dan pintu terdapat relung kecil tempat meletakkan
arca. Di atas ambang masing-masing relung terdapat pahatan kepala
makhluk bertaring dan bertanduk.
Ruangan dalam tubuh candi saat
ini dalam keadaan kosong. Tampaknya semula terdapat arca di dalamnya.
Negarakertagama menyebutkan bahwa di dalam bilik candi terdapat arca
Syiwa dengan Aksobaya di mahkotanya. Selain itu disebutkan juga adanya
sejumlah arca dewa-dewa dalam kepercayaan Syiwa, seperti arca Mahakala
dan Nandiswara, Durga, Ganesha, Nandi, dan Brahma. Tak satupun dari
arca-arca tersebut yang masih berada di tempatnya. Konon arca Durga kini
disimpan di Museum Empu Tantular, Surabaya.
Didalam bilik candi terdapat yoni |
Dinding luar tubuh
candi dihiasi dengan relief yang sampai saat masih belum ada yang
berhasil membacanya. Mungkin karena pahatannya yang terlalu tipis.
Mungkin juga karena kurangnya informasi pendukung, seperti dari prasasti
atau naskah. Kitab Negarakertagama yang menceritakan candi ini secara
cukup rincipun sama sekali tidak menyinggung soal relief tersebut.
Menurut juru kunci candi, relief itu harus dibaca menggunakan teknik
prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), seperti yang digunakan
dalam membaca relief di Candi Kidal. Masih menurut juru kunci candi,
relief yang terpahat di tepi barat dinding utara menggambarkan peta
areal candi dan wilayah di sekitarnya.
Sebagian relief di Candi Jawi |
Antara
pelataran belakang candi yang cukup luas dan tertata rapi dengan
perkampungan penduduk dibatasi oleh sebuah sungai kecil. Di sudut
selatan pelataran terdapat reruntuhan bangunan yang terbuat dari bata
merah. Sepertinya bangunan tersebut tadinya adalah sebuah gapura, namun
tidak ada keterangan yang bisa didapat mengenai bentuk dan fungsinya
semula.
Sisra sedang menanyakan ancer-ancer menuju destinasi kami berikutnya yaitu Candi Belahan |
Setelah puas berkeliling menikmati indahnya candi Jawi, karena suasana semakin siang dan lumayan terik ( Candi Jawi menghadap tepat ke arah timur membelakangi Gunung Penanggungan oleh karena itu mulai jam 10 keatas terasa panas tanpa pohon peneduh )
kami pun menyudahi kunjungan kami disini dan melanjutkan perjalanan menuju Candi Belahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar