Hai Kawan.... saya mau berbagi cerita perjalananku tanggal 9 Mei 2015 kemarin ke Gunung Penanggungan, semuanya serba dadakan hahaha...tapi disitu asyiknya :p segala perlengkapan lenong eh hiking maksudnya sudah disediakan dan rampung dipacking tapi kami bingung menentukan Gunung mana kali ini yang akan kami arahkan langkah kaki kami apakah Arjuna, Penanggungan atau favorit kami Lawu lagi? hehehe ... benar-benar aneh dan membingungkan biasanya minimal 1 bulan sebelumnya sudah fix ^_~
Jumat malam tanggal 8 Mei pun kami masih asik diskusi via BBM dan phone, akhirnya jam 8 malam saya putuskan untuk.... tidur... ya tidur dululah.. mengingat 48jam terakhir saya hanya memiliki jam tidur tidak lebih dari 2jam akibatnya sangat lemot dan menurunkan kadar kecemerlangan otak
semoga ketika bangun pukul 00.00 saya mendapat wangsit yang jelas dan pasti.
Akhirnya...sambil dilanda flu berat saya pun tertidur zzzzz........
Pukul 00.30 saya terbangun dan gelagapan melihat jam, segera mandi dan persiapan, setelah siap saya hubungi Sisra dan ternyata diujung sana dia pun baru terbangun, perfect!:D
akhirnya sambil menunggu waktu saya pun ngopi-ngopi cantik dulu ^_^
akhirnya sambil menunggu waktu saya pun ngopi-ngopi cantik dulu ^_^
Akhirnya pukul 02.30 saya bersiap berangkat bersama sisRa, last minute...barulah sign itu terbaca jelas dan kami putuskan menuju Gunung Penanggungan menelusuri jejak peninggalan sejarah yang teramat berharga dari para leluhur kami :)
oiya... sekilas informasi dari tante Wikipedia tentang Gunung Penanggungan (1.653 meter dpl) adalah gunung api (istirahat) yang terletak di Jawa Timur, Indonesia. Posisinya berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan Kabupaten Pasuruan (sisi timur), berjarak kurang lebih 25 km dari Surabaya. Gunung Penanggungan merupakan gunung kecil yang berada pada satu kluster dengan Gunung Arjuno dan Gunung Welirang yang jauh lebih besar.
Gunung ini mempunyai
keistimewaan dalam wujudnya.
Gunung tersebut tidak terlalu tinggi (1653
mdpl), namun memiliki keunikan tersendiri.
Gunung Penanggungan dikelilingi
oleh 4 bukit di sekitarnya
(Bukit Bekel, Gajah Mungkur, Jambe, dan
Kemuncup),
di keempat arah mata angin, dengan demikian jika dipandang
dari arah manapun akan terlihat adanya satu puncak tertinggi (puncak
Pawitra) dan 2 puncak bukit lain di sisi kanan-kirinya.
Keadaan geografi seperti itu tentu sudah dikenal oleh masyarakat Jawa
Kuno dalam masa Hindu-Buddha. Oleh karena itu gunung tersebut lalu
dipandang sebagai gunung keramat, suci,
dan merupakan jelmaan Mahāmeru.
Sebagaimana diajarkan dalam kitab Brahmana dan juga dikenal dalam
Buddhisme bahwa alam semesta ini berbentuk seperti piringan pipih
melingkar, titik pusatnya adalah Gunung Mahāmeru.
Gunung Mahāmeru
dikelilingi oleh puncak-puncak gunung lainnya di arah mata angin,
baik mata angin primer ataupun sekunder.
baik mata angin primer ataupun sekunder.
sebagai buktinya di Gunung ini memiliki nilai sejarah tinggi karena di sekujur
lerengnya ditemui berbagai peninggalan purbakala, baik candi, pertapaan,
maupun petirtaan dari periode Hindu-Buddha di Jawa Timur. Di masa itu
gunung ini dikenal sebagai Gunung Pawitra, yang memiliki arti sebagai
kabut, karena memiliki puncak yang runcing dan berkabut.
Setidaknya sampai dengan tahun 2014
terdapat 116 bangunan candi atau situs kepurbakalaan yang pernah berdiri di kawasan lereng
Penanggungan.
Dari angka tahun yang ditemukan di beberapa bangunan
candinya, diketahui bahwa bangunan-bangunan tersebut didirikan antara
abad X Masehi (Pemandian Jalatundo, 977 M) sampai dengan abad XVI
Masehi.
Semua peninggalan bersejarah yang terdapat di kawasan
Penanggungan ditemukan pada tahun 1920 an, saat terjadi kebakaran hutan
yang hebat di lereng gunung tersebut. Dari kejadian itu pula,
benda-benda dari masa kejayaan Majapahit ikut banyak ditemukan beserta
situs arkeologi dan ribuan artefak lainnya yang tersebar di lembah dan
lereng sisi barat dan utara Penanggungan bisa terungkap.
Akhirnya pukul 06.00 pagi kami pun tiba di Patirtan/Candi Jolotundo yang merupakan salah satu Basecamp pendakian awal ke Gunung Penanggungan yang terletak di ketinggian 800 Mdpl tepatnya di lereng barat Gunung
Penanggungan.tepatnya di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman, Kecamatan
Trawas, Mojokerto.
Akses Jalan menuju pos pendakian Jolotundo yang juga merupakan situs sejarah ini
dapat ditempuh via Trawas dengan menyisiri lereng gunung Penanggungan
dengan jalan yang berkelok-kelok dengan pemandangan yang indah khas
pegunungan
atau bisa juga ditempuh via Ngoro
Industri Park dengan akses jalan raya dilanjut perkampungan penduduk
dengan ancar-ancar mengikuti petunjuk arah PPLH Seloliman yang hanya
berjarak sekitar 2 km dari Petirtan Jolotundo.
Jarak dari kota Surabaya +55km, dapat di capai dengan kendaraan pribadi roda 2 maupun roda 4.
Petirtan Jolotundo |
Setelah tiba di Petirtan Jolotundo dan membeli retribusi masuk sebesar Rp.10.000/orang kami pun menanyakan kepada penjaga loket yang bernama mas Sariyanto kemungkinana untuk mencarikan guide sekaligus porter penduduk setempat dan kebetulan mas Sariyanto menyanggupi untuk membantu kami sebagai penunjuk jalan sekaligus membawakan tas, syukurlah....tidak berlama-lama kami berpamitan ke Trawas dulu untuk mencari sarapan pagi dan menyiapkan bekal dan janjian pukul 07.30 kita siap berangkat.
Menelusuri Situs Sejarah di Jalur Pendakian Gunung Penanggungan via Jolotundo
Gemericik kesegaran air abadi di Petirtan Jolotundo mengiringi langkah kaki kami pagi itu, sayup-sayup kicauan burung berpadu serasi dihiasi kilauan embun pagi yang disinari sang surya. Hmm... semoga fisik mengijinkan setelah lebih 3 bulanan tidak pernah olahraga :p
Tepat pukul 08.15 kami memulai awal pendakian, trek Penanggungan ini lumayan terjal untuk gunung yang terbilang rendah, jadi jangan dilihat dari ketinggian ternyata hehehe...
Dari awal pendakian kita akan disuguhi oleh trek yang terus naik dan naik tanpa jalur datar dan terus dihajar oleh tanjakan, 45 menit berlalu dada saya mulai terasa agak panas dan sesak kehabisan nafas, sempat pusing,gemetar dan keringat dingin, butuh waktu istirahat 10 menit untuk menstabilkan kondisi kembali untuk kemudian melanjutkan perjalanan, sempat ragu dan down karena belum apa-apa sudah kepayahan begini bagaimana meneruskan perjalanan selanjutnya yang masih jauh?
Jalur yang terjal dan ditutupi rerimbunan semak-semak setinggi tubuh sehingga menghalangi pandangan kedepan,atas maupun samping membuat nafas semakin sesak rasanya.
Ditengah kegalauan saya berhenti sejenak di sebuah batang kayu yang melintang, sembari memanjatkan doa dalam hati ditambah sedikit "curhat" sepersekian detik alam pun merespon...gemuruh angin dari arah depan menuju ke tempat kami menerpa wajah dan punggungku dengan lembut dan rasanya berangsur-angsur memberi kesegaran dan energy baru, saya pun bangkit melanjutkan perjalanan dengan tubuh yang terasa jauh lebih ringan dan bersemangat lebih dari sebelumnya.
Setelah 1,5 Jam mendaki kita akan tiba di lereng bukit dan dapat menyaksikan pemandangan pemukiman penduduk nun jauh dibawah sana |
Candi Bayi
Candi Bayi |
Setelah berjalan mendaki selama kurang lebih 1,5 jam tibalah kami di Candi
Bayi terletak di dusun Balekambang, desa Seloliman, kecamatan Trawas,
dan kabupaten Mojokerto.
Candi Bayi terletak di lereng Gunung
Penanggungan pada ketinggian 810 meter DPL. Sebenarnya yang dinamakan
Candi Bayi adalah dua buah tumpukan batu candi yang sudah tidak
beraturan susunannya. Oleh karena itu sangat sulit untuk menentukan arah
hadap dari candi ini. Di antara batu candi terdapat beberapa batu yang
memiliki hiasan pelipit horizontal dan pelipit miring. Walaupun candi Bayi yang tersisa hanyalah tumpukan batu yang disusun menyerupai sebuah candi kecil namun kondisi lokasi candi secara keseluruhan sangat terjaga, bersih dan tertata rapi, disekeliling candi ditanami pohon bunga-bunga sebagai pagar hidup.
Dalam hati sangat bersyukur menyaksikan benda purbakala yang jauh dari jangkauan namun masih sangat diperhatikan dan dijaga.
saya dan sisra beristirahat sejenak disini, dan guide kami yang sebenarnya salah satu petugas yang bertanggungjawab atas kebersihan dan perawatan candi di trek Jolotundo ini pun melakukan pekerjaannya membersihkan area candi, dan kegiatan bersih-bersih candi pun terus dilakukan di semua situs selama kunjungan kami hari itu :)
Terdapat dua tumpukan batu, yang satu besar yang kemungkinan merupakan candi induk dan yang satunya kecil |
Susunan batu besar |
Susunan Batu yang Kecil |
Setelah 25 menit kami beristirahat dan berteduh di bawah rerimbunan perdu (karena tidak terdapat pohon disini) pukul 10.10 kami pun melanjutkan perjalanan.
Candi Putri
Candi PUTRI |
Dari Candi Bayi kami melanjutkan perjalanan menuju Candi Putri berjalan menurun menyeberangi sebuah sungai bebatuan besar (seperti jalur lahar) terus mendaki menyusuri padang ilalang, disini pemandangan mulai terbuka tampak hijaunya Bukit Bekel diseberang sana, dan nun jauh disana tampak Gunung Arjuna dan Welirang berdiri dengan gagahnya.
Tampak Bukit Bekel dan padang ilalang menjadi View Point kami selama pendakian |
Setelah menyusuri punggungan bukit yang terjal selama kurang lebih 45 menit akhirnya Pukul 10.55 kami pun tiba di suatu tanah datar di ketinggian 900 Mdpl yang merupakan Candi Putri, tampak asri di sekitaran candi telah ditanami tanaman bunga mengelilingi sekaligus sebagai pagar hidup, Candi Putri terdiri dari tiga teras berbentuk punden berundak dan diatasnya terdapat altar pemujaan, sebagaimana biasanya candi yang terletak di lereng pegunungan yang selalu mengikuti kontur tanah. Yang menarik adalah bilah hiasan pada tangga naik masih utuh dan baik.
Ornamen ukiran pada tangga naik masih utuh dan bagus |
CANDI PURA
Candi PURA |
Kami pun melanjutkan perjalanan selanjutnya yaitu menuju Candi Pura yang berjarak tidak jauh dan kami tempuh hanya dalam waktu 10 menit, tampak suatu tanah datar dengan hamparan bebatuan candi yang sudah tidak beraturan namun masih terlihat utuh relief-reliefnya pada batuan tsb, terdapat pula altar pemujaan dibagian atas candi yang berbentuk punden berundak ini. di bagian depan candi juga terdapat sebuah yoni.
Tampak candi Pura dari bagian depan |
Relief-relief yang masih nampak jelas tergurat pada batuan candi |
Tampak sebuah Yoni yang tergeletak begitu saja di bagian depan candi |
Altar Pemujaan di Candi Pura |
CANDI GENTONG
Candi Gentong |
Perjalanan pun dilanjutkan menuju Candi Gentong yang berjarak tidak begitu jauh dari Candi Pura, kami tempuh dalam waktu 10 menit, Candi Gentong berada di lereng sebelah barat Gunung Penanggungan atau di
sebelah selatan Candi Shinta. Dinamakan candi Gentong karena di tempat
ini terdapat sebuah gentong batu dan bangunan altar pemujaan.
Sebagaimana layaknya sebuah gentong, gentong yang ada di candi ini
berbentuk bulat dan berkarinasi datar dengan ukuran bagian tubuh paling
lebar sedangkan bagian dasar mengecil, seluruh permukaan gentong dibuat
agak halus tanpa hiasan. Di sebelah kanan tidak jauh dari gentong
terdapat sebuah altar pemujaan yang berbentuk persegi empat dengan
struktur bangunan, dihias pelipit-pelipit horisontal yang makin ke atas
melebar. Bagian bawah berfungsi sebagai dasar altar, telah mengalami
konsolidasi. Candi Gentong dibangun pada masa akhir Kerajaan Majapahit
abad 14-15 M
Altar Pemujaan |
CANDI SHINTA
Candi Shinta |
Candi Shinta terletak tidak berjauhan dengan Candi Gentong terletak pada ketinggian 1050 Mdpl, kami berjalan sekitar 10 menit dan ketika pukul 12.00 siang tibalah kami di candi ini. Disambut dengan pemandangan sebuah candi dengan latar belakang puncak gunung Penanggungan yang sangat indah.
Tampak di halaman bagian depan candi terdapat sebuah makam tanpa nama, hanya berupa tumpukan batu untuk mendandai, kemudian tampak Teras II telah rusak sedangkan teras III dan teras IV masih ada walaupun
tidak utuh, bekas-bekas anak tangga menuju teras I masih nampak ada.
Tetapi anak tangga keteras II,III dan IV sudah tidak ada, pada teras ke
IV yang merupakan teras paling belakang terdapat sebuah altar, candi
shinta dibangun pada masa akhir kerajaan majapahit abad 14-15 M. Keadaan lingkungan sekitar Candi Shinta tampak terawat sangat baik terlihat rerumputan yang terpangkas rapi begitu pula taman sederhana disekitaran candi.
Kami pun memutuskan beristirahat disini berteduh dibawah pohon jeruk beralaskan matras dan menikmati bekal makan siang berupa nasi bungkus yang sudah disiapkan tadi pagi. Pemandangan dan suasana di Candi Shinta ini sangat indah dan nyaman, jika kita memandang ke atas candi nampak puncak gunung Penanggungan seolah menaungi candi ini, jika kita memandang ke arah bawah pelataran candi nampak Bukit Bekel menghijau di seberang sana.
Sebuah makam misterius terletak tepat didepan pintu masuk halaman candi |
Bagian Puncak candi yang juga merupakan tempat pemujaan |
View dari bagian atas candi nampak Bukit Bekel di seberang sana |
Mungkinkah sebuah sengkalan? |
Terdapat Altar Pemujaan di halaman candi sebelah kiri |
Dari Candi Shinta jika ingin melanjutkan pendakian menuju puncak dibutuhkan waktu tempuh sekitar 5 jam lagi dengan kondisi tanjakan terjal, tetapi karena misi kami kali ini bukan puncak jadi kami lanjutkan perjalanan kami berikutnya menuju ke Candi Carik.
Akses jalannya mulai menuruni lereng-lereng bukit yang terjal, jalur yang relatif tertutup dan rapatnya vegetasi karena sangat jarang dilewati membuat pak Jamin yang berada didepan harus membuka jalan yang tertutup semak-semak dan ranting kayu yang menutupi trek kami. Jalur yang sangat rapat,curam cukup mengkhawatirkan karena tanah yang kami pijak tidak ada yang solid jadi kami harus sangat berhati-hati karena jalur yang tertutup rerumputan itu benar-benar setengah tapak (bukan setapak loh ya) dan selebihnya adalah jurang yang menunggu kami dibawah juga tidak ada pepohonan atau akar-akaran yang bisa dijadikan pegangan..hanya rerumputan saja, jadi terbayang kan bagaimana susahnya melalui trek ini untuk mencapai Candi Carik :)
Capcuss menuju Candi Carik |
Jalur mulai tertutup ilalang dan kaliandra |
Jalur setengah tapak yang sebagian tertutup semak-semak dan dedaunan kemudian dibawahnya adalah jurang |
CANDI CARIK
Setelah berjalan menyusuri turunan yang licin dan sangat curam selama lebih dari 20 menit kami mendapat kejutan, tiba-tiba kami sudah berada di teras atas sebuah situs peninggalan purbakala, yah inilah Candi Carik, bila dibandingkan dengan candi-candi sebelumnya candi carik relatif lebih luas dengan view yang sangat menawan di sekelilingnya, halaman candi yang terhampar rerumputan hijau mengundang saya untuk merebahkan diri (seperti film-film india) melepas lelah dan mengistirahatkan kaki saya :D . Andaikan kami membawa tenda dan logistik yang memadai sepertinya kami akan mendirikan tenda dan menghabiskan malam untuk bermeditasi disini saja :)
dari sini pandangan kita tidak terhalang apapun.
ada yang istimewa di Candi Carik ini ketika kami berpapasan dengan anak-anak SMP yang bercelana pendek tanpa baju dan tanpa alas kaki dan membawa bekal seadanya dan air di jerigen sedang setengah berlari menuju puncak, sempat bercakap-cakap dengan mereka yang ternyata adalah anak desa kedungudi ( salah satu jalur pendakian yang tidak populer dan berdekatan dengan Jolotundo) ternyata mereka berniat menuju puncak sore itu dan menginap di goa. Takjub sekaligus bengong... anak-anak yang terbentuk oleh alam dan telah menyatu dengan alam sejak dini, semoga saja Indonesia kelak memiliki lebih banyak lagi pribadi-pribadi tangguh hasil tempaan alam yang tangguh,kuat dan pantang menyerah memajukan negeri ini seperti anak-anak tadi...semoga masa depanmu kelak cerah nak...secerah mentari pagi yang kau songsong hadirnya di puncak Penanggungan ini, bukan generasi gadget dan generasi alay yang semakin mewabah #TepokJidat
Bagaimanapun...alam adalah guru terbaik.
Tampak halaman candiCarik |
View dari halaman candi |
maaf ya itu bukan arca tapi guide kami mas Sarianto sedang duduk :p |
mas Sarianto sedang memanjat pohon arbei untuk memastikan arah ke candi Guru |
Candi Carik |
CANDI LURAH
Candi Lurah Penanggungan |
Dari lokasi sebelumnya kami melanjutkan perjalanan kembali naik keatas candi Carik sekitar kurang lebih 15 menit perjalanan tibalah kami di candi Lurah. Lagi-lagi kami mendapat kejutan menyenangkan disini, tampak sebuah candi dengan kondisi yang masih bagus dan lebih besar dari candi - candi sebelumnya yang kami temui, halaman candi yang luas dengan view yang amat indah membuat kami berdua gembira sekaligus terharu, di tempat yang susah dijangkau dan terpencil diatas gunung namun kondisinya masih sangat terjaga dan terawat dengan sangat baik :)
Di sebelah kiri terdapat tumpukan bebatuan yang kemungkinan adalah sebuah altar pemujaan |
Terdapat relief surya majapahit tetapi sepertinya buatan baru |
Tumpukan batu di bagian halaman depan candi sebelah kanan dan kiri kemungkinan adalah Candi Perwara? |
Foto-foto dulu buat kenangan anak cucu kalau emak-emaknya sudah sampai disini hehehe
Nyanyian Padang Ilalang Penanggungan |
Jangan anggap remeh gunung Penanggungan yang hanya memiliki ketinggian 1653 Mdpl ini, disini...tidak ada istilah "bonus" atau trek landai kawan... hampir semuanya kemiringan 65-80derajat, waduh saya jadi berpikir... mungkin benar nih legendanya kalau puncak semeru jatuh disini dan jadilah gunung suci Pawitra ini, karena dari track awal naik terjal terus seperti mau summit attack aja :D
sore itu luapan rasa syukur saya panjatkan pada Gusti Ingkang Murbeng Dumadi karena masih diberi kesanggupan untuk mengayunkan langkah menapaki selangkah demi selangkah menelusuri jejak peninggalan para leluhur di lereng gunung suci Penanggungan, banyak ilmu dan pengetahuan baru yang saya dapatkan pada perjalanan menapaktilas hari ini ^_^
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar