Jumat, 21 Februari 2014

Candi Borobudur ; Mahakarya Warisan Budaya Dunia





Candi Borobudur terletak di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang,Propinsi Jawa Tengah.
Letaknya 269 Meter diatas permukaan laut serta dikelilingi beberapa gunung.
Candi Borobudur adalah candi kuno peninggalan agama Budha, dan dibangun sebagai tempat bersamadi atau untuk mengheningkan cipta.
Nama Borobudur berasal dari kata Boro dan Budur,
Boro berarti kuil atau candi, dari bahasa sansekerta ‘Byara’ sedangkan Budur mengingatkan kita pada bahasa bali yaitu ‘Beduhur’ yang artinya bukit.
Candi Borobudur dibangun di atas bukit dengan bentuk piramida beundag. Candi ini terbuat dari susunan batu jenis andesit yang jumlahnya lebih dari 2.000.000 blok batu.



Apabila kita perhatikan dari jauh candi ini berbentuk stupa akan tetapi apabila kita mendekatinya, terlihat dua benda atau gaya bangunan.
Bangunan atas berbentuk stupa induk dan berlandaskan tiga teras bulat, gaya ini menggambarkan gaya arsitektur India sedangkan bagian bawah merupakan bangunan piramida berundag, berbentuk persegi bersudut banyak.
Bentuk ini menggambarkan gaya atau arsitektur Jawa, akan tetapi kedua bagian tadi merupakan satu kesatuan, dan keseluruhannya menyerupai stupa.
Stupa yang ada di Candi Borobudur sesuai dengan konsep agama Budha merupakan konsep pantulan (replika) dari pada alam semesta.
Candi Borobudur tidak mempunyai ruangan di dalamnya. Kita hanya dapat melihat dan mengaguminya dengan berjalan mengelilingi candi tersebut dinamakan ‘Pradaksina’
menurut agama Budha berarti memberikan penghormatan kepada roh-roh baik.



Untuk menjaga kebersihan candi, para pemgunjung tidak diperkenankan membawa makanan,minuman ke area candi. Barang-barang tersebut dapat dititipkan ke tempat penitipan barang yang berada di sebelah kanan pintu masuk.




Bangunan candi Borobudur terdiri dari 3 bagian yang besar:
  1. Bagian pertama, dinamakan “Kamadhatu” yang menggambarkan alam kehidupan manusia yang sudah dapat mengendalikan hawa nafsu dilambangkan oleh bagian pondasi.
  2. Bagian kedua dinamakan “Rupadhatu” yang menggambarkan alam kehidupan manusia yang sudah dapat mengendalikan hawa nafsunya tetapi masih terikat oleh bentuk
  3. Bagian ketiga dinamakan “Arupadhatu” yang menggambarkan alam nirwana atau sunyata, dilambangkan 3 teras berbentuk lingkaran

Arca Budha yang terdapat di candi Borobudur jumlahnya 504 buah. Didalam stupa berlubang di tiga teras dibawah stupa induk = 72 buah area yang disebut “WajraSatwa”
Di dalam relung-relung pada tingkat Rupadhatu terdapat area sebanyak 432 buah yang disebut “Dyani Budha” Area Dyani Budha pada setiap sisi daripada candi mulai dinding tingkat I sampai dengan tingkat IV mempunyai sikap tangan yang berbeda, sikap ini disebut “MUDRA”


  Pada sisi sebelah timur disebut “Aksobya” dengan sikap tangan Bumi Sparsa yang melambangkan kekuatan iman.



Pada sisi sebelah selatan disebut “Ratna Sambawa” dengan sikap tangan Wara Mudra melambangkan cinta kasih.


  Sisi sebelah barat disebut “Amitaba” dengan sikap tangan Dyana Mudra yang melambangkan sedang bersemedi/meditasi

   Sisi sebelah utara disebut “Amogasidha” dengan sikap tangan Abhaya Mudra melambangkan tidak takut terhadap bahaya.



     Sedangkan pada bagian tengah yang seluruhnya menghadap ke segala arah dinamakan “Wairocana” dengan sikap tangan Witarka Mudra, melambangkan sikap mengajarkan/menyebarluaskan ajaran-ajaran.
RELIEF CANDI

 Maha Karmawibhangga
Pada candi Borobudur terdapat relief sebanyak 1460 buah yang menggambarkan adegan-adegan dan 1212 buah panel relief dekorasi. Agar dapat menyimak cerita dalam relief secara berurutan , dianjurkan memasuki candi melalui pintu sebelah timurdan pada tiap tingkatan berputar ke kiri dan meninggalkan candi di sebelah kanan (Pradaksina).

Sebenarnya pada kaki asli Candi Borobudur atau tingkat Kamadhatu terdapat 160 buah panel relief yang masih tertutup. Relief ini menggambarkan kehidupan  manusia yang masih terbelenggu oleh hawa nafsu. Cerita ini dapat kita baca dalam buku “Maha Karma Wibangga” Karma artinya perbuatan, wibhangga artinya gelombang atau alur perbuatan atau hukum sebab akibat.
Ajaran naskah maha Karmawibhangga yang menghiasi kaki candi Borobudur menggambarkan etika moral dunia, bahwa setiap pikiran,perasaan,perkataan dan tindakan pasti akan berbuah dan menghasilkan akibat yang sesuai, yaitu kebahagiaan atau kesengsaraan. Tiada sesuatu yang datang begitu saja tanpa ada suatu sebab yang mendahuluinya.

LALITAVISTARA
Pada tingkatan Rupadhatu terdapat susunan relief yang menceritakan kehidupan Budha Gautama. Relief atau cerita ini disebut Lalitavistara, yaitu menceritakan riwayat hidup Budha gautama mulai lahirnya Pangeran Sidharta di taman Lumbini (Nepal) . Ibunya bernama Maya Dewi, meninggal 1 minggu setelah melahirkan putera tersebut.
Setelah beranjak dewasa pangeran Sidharta dikawinkan dengan seorang puteri bernama Puteri Gopa. Dalam pengembaraannya di luar istana Pangeran Sidharta bertemu dan menyaksikan beberapa kejadian yang belum pernah dilihatnya. Kejadian yang pernah dilihatnya Pangeran Sidharta ialah: orang tua buta, orang yang baru sakit, orang meninggal dunia ada seorang pendeta. Seetelah melihat kenyataan tadi, Pangeran Sidharta meninggalkan istana dan menjadi pertapa (Wanaprasta)
Selama menjadi pertapa beliau menjadi murid dari beberapa guru terkemuka : Brahmapani, Rydraka, Arada Kalapa dan lima pertapa termashur. Akan tetapi, ajaran yang diterimanya dari para guru tersebut tidak memuaskan Pangeran Sidharta. Akhirnya, Pangeran Sidharta bertapa di bawah pohon Bodhi di kota Bodhgaya-India. Dan setelah itu Pangeran Sidharta berganti nama “Budha Gautama”






Pada tingkat Arupadhatu terdapat stupa induk yang mempunyai garis tengah sepanjang 16,20 m dan tinggi 12,8 m.





Pada pemugaran yang pertama oleh Theodorus Van Erp, di dalam stupa induk ditemukan sebuah arca. Bentuk daripada arca tersebut mungkin sengaja dibuat tidak selesai atau pun tidak selengkap arca-arca lain. Menurut pendapat Wilsen dan van Erp Diperkirakan maksud dari pembuatan arca ini melambangkan Budha yang paling tinggi, yang bersifat Niskala atau tidak jelas.

Berbeda dengan asumsi kedua peneliti diatas, Dr.Krom berpendapat bahwa arca Budha unfinished tersebut bukan berasal dari stupa induk. Menurutnya tahun 1842 secara rahasia arca ini diletakkan di dalam stupa induk.
Arca ini bernama Adhi Budha dan sekarang berada di halaman Museum Candi borobudur. Bagi masyarakat sekitar candi Borobudur, arca Budha ini dianggap memiliki kekuatan magis. Mereka menyebutnya dengan nama “Mbah Belet” Pada hari-hari yang dianggap keramat, misalnya Jumat Kliwon, terlihat beberapa orang membawa sesaji datang ke arca tersebut memberikan penghormatan.
Pintu gerbang Candi Borobudur berjumlah 24, yaitu 6 buah pada tiap sisi candi yang menuju stupa induk. Gapura yang terdapat pada pintu paling bawah sudah tidak lengkap hiasannya, hanya ornamen kepalanya saja yang ada. Sedang pada gapura yang ke-4 bentuk gapuranya sama atau kembar, pintu ini disebut pintu “Dasyat” menuju nirwana.

ARCA SINGA
Di Candi borobudur terdapat 32 buah arca singa, berfungsi sebagai pintu gerbang candi. Adanya arca tersebut kemungkinan karena:
·         Sidharta berasal dari Dinasti Sakyasimha yang mempunyai lambang singa
·         Singa merupakan kendaraan Budha waktu naik ke nirwana



DATA TEKNIS:
1.       Tinggi candi dari dataran sampai puncak 35,39 m
2.       Panjang sisi/bentangan 119m
3.       Luas candi 14,161 m2
4.       Jumlah stupa Keben dan ornamens 1.464
5.       Jumlah/ volume kaki tambahan 12.750 m3
6.       Jumlah / volume batu bangunan 42.250 m3
7.       Jumlah / volume batu secara keseluruhan 55.000 m3
8.       Jumlah batu dalam bentuk blok sebanyak 2.000.000 batu andesit
9.       Jumlah panel relief secara dekorasi 1.212 buah. Panel relief tersebut meliputi luas 2.500 m2
1.   Berat bangunan candi sekitar 3.500.000 ton




   PEMUGARAN:
Seperti kita ketahui Raja Samaratungga yang membangun Candi Borobudur digantikan oleh anak perempuannya yang bernama Pramudawardhani yang kemudian kawin dengan raja keluarga Sanjaya, yaitu Rakai Pikatan, yang beragama Hindu.
Mereka berdua banyak mendirikan bangunan Budha dan Rakai Pikatan mendirikan bangunan Hindu. Pada waktu itu sudah ada kerukunan umat beragama.
Dalam dua buah prasasti tahun 842, Pramudawardhani meresmikan pemberian tanah dan sawah untuk menjamin berlangsungnya pemeliharaan Kamulan, bangunan suci untuk memuliakan nenek moyang di Bumisambara. Kamulan ini tidak lain adalah Borobudur, yang mungkin sekali sudah didirikan oleh Samaratungga dalam tahun 824.
 Hal ini disimpulkan dari penyebutan bangunan Kamulan itu secara samar-samar dalam istilah keagamaan dalam prasasti karangtengah. Mendadak kerajaan di Jawa Tengah pindah ke Jawa Timur kurang lebih tahun 914 hingga sampai kini kita tidak tahu apa alasannya karena tidak ada bukti-bukti yang jelas. 

Titik terang mulai terungkap ketika Sir Stanford Raffles (Letnan Gubernur Inggris) yang memegang kekuasaan di Kepulauan Indonesia tahun 1816, mendengar dari residen Semarang bahwa Jawa Tengah terdapat sebuah candi besar yang tertimbun tanah dan semak belukar. Pada tahun 1814 Raffles mengutus seorang Kapten Cornelius untuk pergi ke Jawa Tengah dan membersihkan Candi, beliau bekerja selama 3 bulan di bantu oleh 200 orang penduduk setempat.
Ternyata candi telah menjadi puing-puing, batu-batu berserakan,dinding condong dan melesak.
Candi Borobudur telah mengalami 2 kali pemugaran ;
Yang pertama tahun 1907-1911 dilakukan oleh Opsir Perwira Zeni tentara kerajaan belanda Ir. Theodorus Van Erp pada masa penjajahan Belanda. Mendapat tugas untuk menyelamatkan Candi Borobudur dari bahaya keruntuhan. Dengan bantuan juru gambar dan penyetel batu, van Erp berhasil mengembalikan Borobudur ke dalam bentuk aslinya.
Enam puluh tahun kemudian kondisi candi Borobudur kembali dalam keadaan membahayakan. Dengan demikian, pemerintah Indonesia dengan bantuan UNESCO melaksanakan pemugaran yang kedua kalinya ,dimulai tahun 1973-1983.
Dalam garis besarnya, pekerjaan pemugaran ini terdiri atas:
1.       Pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu 5 tingkat segia 4 di atas kaki candi, yang meliputi batu potongan sejumlah lebih 1.000.000 atau 29.000 m3
2.       Pembersihan dan pengawetan batu-batu kulit, yang dibongkar satu demi satu, sebanyak hampir 170.000 potongan atau sekitar 6.000 m3.
3.       Pemasangan pondasi beton bertulang sebanyak 4.000 m3 pada tiap tingkat, untuk mendukung candi, dengan saluran-saluran air di dalam konstruksinya.
4.       Penyusutan kembali batu-batu kulit yang sudah bersih dari jasad-jasad renik (lumut,cendawan dan mikro organisme lain) di tempat semula.
Dan pada tanggal 23 Februari 1983 ; Bapak Presiden Republik Indonesia Soeharto meresmikan selesainya pemugaran Candi Borobudur ( Purna Pugar) dengan harapan candi Borobudur dapat bertahan 1000 tahun lagi sebagai salah satu dari ketujuh keajaiban dunia.
Sebagai kelanjutan dari pemugaran tersebut, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membangun sebuah taman di sekitar candi yang luasnya 85 ha. Fungsi dari taman tersebut adalah sebagai peredam, mengatur serta menampung arus pengunjung candi yang makin bertambah jumlahnya.




 Dengan demikian taman merupakan sabuk pelindung dan pengaman Candi Borobudur yang megah itu.
Dalam konsep perencanaan taman, diusahakan agar dapat dihidupkan kembali suasa sejarah dan spiritual di sekitar candi.
Bangunan-bangunan yang ada di dalam taman di bangun dengan pola arsitektur tradisional, demikian pula pertamanan dengan berbagai jenis pohon langka, kesemuanya diharapkan untuk menjadi satu perpaduan yang indah,agung serta berkesan suasana alam yang tenang dan bersejarah.


Candi Borobudur bukan hanya menjadi milik bangsa Indonesia saja, tetapi milik dunia.
Pemeliharaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia, akan tetapi tanggung jawab kita bersama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar